Selasa, 26 Juli 2016

KEBESARAN KERAJAAN MAKASSAR (GOWA-TALLO)

Dahulu kala Kepulauan Aru dan sebagian Wilayah Maluku adalah bagian dari Wilayah Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo)
Jauh sebelum kedatangan orang Eropa di Maluku, Orang Makassar yang dikenal sebagai pelaut ulung telah berlayar sampai ke wilayah ini.
Bahkan wilayah kepulauan Aru, Maluku Utara pernah masuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo).
Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo) dikenal sebagai kerajaan yang mempunyai kekuatan armada laut yang besar dan disegani.
Banyak bukti yang menunjukkan kepiawaian orang Makassar mengarungi dan menaklukkan laut hanya dengan perahu layar.
Salah satu bukti tertulis adalah catatan Tome Pires yang dianggap sebagai sumber Barat tertulis yang paling tua.
Dalam laporannya Pires mengemukakan: “Orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Borneo, negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan Siam”.
Maka tak heran jika wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa pada pertengahan abad XVII dapat meliputi sebagian besar kepulauan Nusantara bagian Timur, seluruh Sulawesi, Sula, Dobo, Buru-Kepulauan Aru Maluku di sebelah timur, termasuk Sangir, Talaud, Pegu, Mindanao di bagian utara. Bahkan sampai Marege-Australia Utara, Timor, Sumba, Flores, Sumbawa, Lombok-Nusa Tenggara di sebelah selatan, serta Kutai dan Berau di Kalimantan Timur sebelah Barat.
Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo) beberapa kali mengirimkan armada lautnya untuk menaklukkan sejumlah wilayah di Nusantara. Sejarah mencatat, untuk memperkuat pengaruhnya di Nusantara, Sultan Alauddin mengirim pasukan ke beberapa daerah yang dianggap strategis bagi pengawasan pelayaran niaga ke Maluku, salah satunya adalah ke Pulau Sumbawa dibawah pimpinan Karaeng Maroanging.
Karaeng Maroanging mungkin tidak sepopuler Karaeng Bontomarannu sang Panglima Angkatan Perang Kerajaan Gowa yang meninggalkan Makassar menuju Pulau Jawa.
Namun tidak demikian jika kita berbicara akan pencapaiannya selama menjabat sebagai Panglima Angkatan Perang.
Berkat keberaniannya, akhirnya pulau Sumbawa dapat diduduki pada tahun 1618.
Satu tahun kemudian tepatnya 1619 Sultan Alauddin meresmikan penaklukan tersebut, wilayah kekuasaan Kerajaan Makassar meluas sampai ke Bima, Tambora, Dompu dan Sanggar di pulau Sumbawa.
Bima adalah daerah pertama yang menjadi daerah taklukan Kerajaan Gowa (1616) yang pada masa itu dipimpin oleh Lo’mo Mandalle sebagai Panglima Angkatan Perang Kerajaan Gowa yang tiada lain adalah pendahulu dari Karaeng Maroanging.
Karaeng Maroanging wafat pada tanggal 17 maret 1622.
Dalam tahun 1632 orang Bima mengadakan perlawanan/pemberontakan. Maka pada tanggal 25 November 1632 setelah kedatangannya dari Tanah Toraja, Sultan Alauddin mengirim sebuah armada militer ke Bima dibawah pimpinan Karaeng ri Bura’ne untuk memadamkan huru-hara tersebut.
Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, armada perang itu kembali ke Makassar pada tanggal 7 April 1633.
Tanggal 29 Januari 1642, Kerajaan Makassar kembali mengerahkan armada perang Kerajaan Gowa ke Ambon (Hitu) untuk membantu rakyat setempat melawan VOC.
Tahun 1634 – 1643, Rakyat Hitu (Ambon) di Maluku Tengah di bawah pimpinan Kakiali mengadakan perlawanan terhadap VOC.
Peristiwa yang dikenal dengan Perang Hitu Pertama ini terjadi akibat politik monopoli perdagangan dan “Hongi Tochten” VOC yang sangat menyengsarakan rakyat di kerajaan Hitu (Tanah Hitu).
I Baliung dan I Daeng Batu, keduanya adalah panglima perang kerajaan yang memimpin armada perang Kerajaan Gowa ke Ambon.
Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda.
Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah.
Tiga di antara pemberontak yang utama adalah trio pangeran: Saidi, Majira dan Kalumata.
Majira sebagai salah satu pemimpin tertinggi pemberontakan menghadap Raja Gowa untuk minta bala bantuan pasukan melawan Sultan Ternate dan sekutunya (Belanda).
Raja Gowa memberi bantuan sebanyak 30 perahu lengkap persenjataan, dan mengutus Daeng ri Bulekang untuk memimpin pasukan demi membantu rakyat Ambon dari penindasan Belanda tersebut.
Berawal dari keberhasilannya mendamaikan dan menaklukkan sejumlah wilayah di Nusantara, Kerajaan Gowa semakin luas dan menguasai perdagangan rempah-rempah utamanya di wilayah-wilayah penghasil rempah-rempah di Maluku.
Permulaan abad XVII, mulailah bermunculan kapal-kapal Bangsa Eropa di perairan Nusantara dalam, terutama di bahagian Timur Indonesia, orang-orang Eropa yang secara langsung berlayar ke tempat-tempat penghasil rempah-rempah mengakibatkan terjadinya persaingan di antara para pelaut dan pedagang rempah-rempah, termasuk dengan saudagar Makassar dari Kerajaan Gowa-Tallo.
Kompeni Belanda menganggap orang-orang Makassar sebagai saingan yang berat.
Terlebih setelah orang-orang Belanda mengadakan perhitungan dengan orang-orang Spanyol, Portugis, dan Inggris di Maluku, ternyata pelabuhan Makassar selalu terbuka bagi bangsa-bangsa ini untuk datang berdagang dan membeli rempah-rempah di Makassar yang harganya lebih murah dari pada di daerah Maluku sendiri.
Tahun 1607 Cornelis Matelief tiba di Ambon dan mengirim utusan ke Makassar untuk menyampaikan surat kepada Raja Gowa, yang isinya meminta supaya Gowa menghentikan pengiriman beras ke Malaka dan meminta agar Raja Gowa membuka pelabuhannya untuk kapal-kapal Belanda.
Namun permintaan Belanda yang tidak di pedulikan Gowa merenggangkan hubungan baik di antara Kompeni Belanda dan Kerajaan Makassar.
Hubungan yang tidak harmonis makin menjadi, terutama ketika Belanda berhasil memperoleh monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Pedagang-pedagang Eropa lainnya dengan sendirinya memindahkan pusat kegiatannya ke Makassar.
Di samping untuk menjual barang dagangan yang dibawanya, juga yang terpenting untuk membeli barang-barang dagangan yang diperlukan, terutama rempah-rempah, kayu cendana dan kayu sappang.
Kondisi yang tidak sehat ini, menyebabkan Kompeni Belanda mengambil sikap menjauh dan mulai menjaga jarak.
Pada tahun 1615 Jan Pieterszoon Coen sebagai Direktur Jenderal atas perdagangan Kompeni di Indonesia mempertimbangkan untuk menghapuskan kantor di Makassar, yang berarti pula putusnya hubungan baik di antara keduanya.
Tetapi sebelum rencana itu diputuskan dalam suatu ketetapan, wakil dagang Belanda di Makassar Abraham Sterck atas kuasanya telah meninggalkan kantornya dan memindahkan seluruh inventarisnya ke kapal “Engkhuysen” yang sedang berlabuh di pelabuhan dan berniat meninggalkan Makassar.
Akan tetapi dia memiliki sejumlah piutang kepada Raja Gowa.
Sebuah akal licik kemudian muncul dalam benaknya. Atas anjurannya, maka kapitan Kapal Belanda itu mengundang sejumlah pembesar-pembesar Kerajaan Makassar untuk datang melihat-lihat kapalnya.
Setelah pembesar-pembesar itu berada di atas kapal, maka mereka diserang dan senjata mereka dilucuti.
Abraham Sterck berniat menjadikan para pembesar Kerajaan Makassar ini sebagai sandera (gijselaar) dalam menagih utang raja.
Perkelahian pun terjadi di kapal itu. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 25 April 1615, menyebabkan kerugian di kedua belah pihak. Kebanyakan pembesar Makassar yang datang itu tewas, menyisakan dua orang saja, yakni Syahbandar Ince Husain dan Karaengta ri Kotengang (salah seorang kerabat raja), keduanya lalu dibawa ke Banten.
Peristiwa ini sekaligus memicu ketegangan-ketegangan antara kedua belah pihak, meskipun belum secara besar-besaran.
Sultan Alauddin sangat gusar, tetapi masih dapat menahan diri menunggu sampai kedua pembesar itu dikembalikan dengan selamat oleh Belanda.
Beberapa buah Kapal Belanda yang masih singgah di Makassar masih diterimanya dengan baik.
Tetapi setelah kedua pembesar itu tiba di Makassar dalam tahun 1616, barulah Raja melampiaskan pembalasan dendamnya.
Pada akhir tahun 1616 sebuah Kapal Belanda “De Eendragt” yang setelah meninggalkan tanah airnya terdampar di Pantai Barat Australia, rupanya tidak mengetahui terjadinya peristiwa Makassar dan penutupan Kantor Belanda di Makassar.
Dari Australia kapal itu tiba di Laut Jawa melalui Selat Bali dan seterusnya berlabuh di Pelabuhan Makassar.
Begitu mereka turun ke daratan, kapal, muatan dan anak buahnya itu pun menjadi mangsa Orang Makassar.
Dan sejak itulah terjadi perang antara Kompeni dengan Makassar yang berlangsung bertahun-tahun lamanya.
Berpuncak pada kejatuhan Kerajaan Makassar pada tahun 1667 yang ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Bungaya.
Beberapa orang pembesar Kerajaan Makassar yang menolak menyetujui Perjanjian Bungaya dan tidak senang dengan kehadiran Belanda tetap menjadi ancaman bagi Belanda (VOC) baik di darat maupun di lautan.
Beberapa tokoh sentral Gowa yang menolak menyerah salah satunya adalah Karaeng Galesong yang hijrah ke Tanah Jawa.
Bersama armada lautnya yang perkasa, mereka memerangi setiap Kapal Belanda yang mereka temui.
Belanda yang saat itu dibawah pimpinan Spellman menjulukinya sebagai “Si Bajak-Laut”.
Pelaut-pelaut Makassar menjadi Bajak Laut bagi Belanda (VOC) beserta koloni-koloninya yang merupakan musuh-musuh mereka, sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap ketidakadilan.
Pelaut-pelaut Makassar berjuang untuk kemerdekaan dan kesejahteraan mereka.
Bagi mereka laut adalah sumber kehidupan dan kesejahteraan.
“Takunjunga’ Bangunturu’, Nakugunciri Gulingku, Kualleanna Tallanga Na Toalia” (Tidak begitu saja aku ikut angin buritan, dan kuputar kemudiku, Lebih kupilih tenggelam dari pada balik haluan).
Le’ba Kusoronna Biseangku, Kucampa’na Sombalakku, Tamammelokka Punna Teai Labuang (Ketika perahuku kudorong, Ketika layarku kupasang, Aku takkan menggulungnya kalau bukan labuhan).
Itulah falsafah hidup Orang Makassar. Sebuah falsafah yang menunjukkan betapa kehidupan orang-orang Makassar sejak zaman dahulu sampai sekarang, begitu dekat dengan laut. Maka tidak mengherankan jika orang-orang Makassar dikenal sebagai pelaut-pelaut ulung.
Tome Pires menulis: “Gelombang tinggi dan laut yang sangat luas bukanlah hambatan bagi Pelaut Makassar.
Keberanian, kekasaran dan kematianlah yang akan mereka pilih jika diperhadapkan pada pilihan yang rumit.
Apalagi kalau itu menyangkut dengan harga diri dan kepercayaan yang dianutnya”.
Seorang pelaut portugis, Antonio de Paiva mencatat pertemuannya dengan Baginda Sultan Malikkussaid (Raja Gowa ke-15) yang dikawal tidak kurang dari 1.182 (seribu seratus delapan puluh dua) kapal perang Kerajaan Gowa-Tallo yang menyertai Baginda Sultan Malikussaid saat melakukan pelayaran ke Daerah Maje’ne.
Selain itu dalam Lontara Bilang Gowa, tercatat pada 30 April 1655, Sultan Hasanuddin berlayar ke Mandar terus ke Kaili dikawal 183 perahu.
Perjalanan Sultan Hasanuddin ke Maros, 29 Desember 1659 dikawal 239 perahu.
Ketika ke Sawitto, 8 Nopember 1661 Sultan Hasanuddin dikawal 185 perahu.
Dan pada bulan Oktober 1666, Sebanyak 450 perahu digunakan mengangkut sekitar 15.000 laskar Kerajaan Gowa ke Pulau Buton.
Kebesaran armada laut Kerajaan Gowa dahulu didukung oleh armada perahu yang besar dan tangguh.
Selain jenis perahu Phinisi yang dikenal sekarang ini, Kerajaan Gowa pernah memiliki ribuan perahu jenis “Galle” yang mempunyai desain cantik menawan yang dikagumi pelaut-pelaut Eropa, seperti I Galle I Nyannyik Sangguk yang pernah ditumpangi oleh Baginda Sultan Muhammad Said (Sultan Malikussaid) dalam pelayarannya ke Walinrang dan Negeri Bolong di Tanah Toraja.
Perahu Galle Kerajaan Gowa memiliki konstruksi bertingkat dengan panjang mencapai 40 meter dan lebar 6 meter. Tiang layar besar dilengkapi pendayung 200 hingga 400 orang.
Setiap perahu Galle diberi nama tersendiri.
1. I Galle Dondona Ralle Cappaga panjang 25 depa atau 35 meter.
2. I Galle Nyannyik Sangguk dan I Galle Mangking Naiya, panjang 15 depa atau 27 meter.
3. I Galle kalabiu,
4. I Galle Galelangan,
5. I Galle Barang Mamase,
6. I Galle Siga, dan
7. I Galle Uwanngang
Lima perahu yang terakhir memiliki panjang masing-masing 13 depa atau sekitar 23 meter.
Di samping itu terdapat pula jenis-jenis perahu yang dibuat untuk kepentingan tertentu, seperti jenis Perahu Binta untuk penyergapan, Perahu Palari sebagai alat pengontrol wilayah kekuasaan di perairan dan pesisir pantai, Perahu Padewakang untuk kepentingan dagang, Perahu Banawa untuk mengangkut binatang ternak, Perahu Palimbang khusus angkutan penumpang antarpulau, Perahu Pajala bagi nelayan penangkap ikan, Perahu Birowang dan Perahu Bilolang untuk mengangkut penumpang jarak dekat.
Selain sebagai armada perang, perahu-perahu tersebut juga digunakan untuk menjalin hubungan persahabatan dan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, juga dengan kerajaan-kerajaan di Semenanjung Malaka, Madagaskar, bahkan Gujarat di India.

Sumber: Muh.Yusuf Naba

Rabu, 09 Maret 2016

Karaeng PATTINGALOANG sang jenius dari Kesultanan Makassar " Gowa-Tallo"




    Hari itu, I Manganngadaccinna Daeng I Ba’Le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang. Tengah berdiri menyambut angin semilir dan gemersik ombak makassar. Saya bayangkan, di sisi perdana menteri kesultanan Gowa itu, di bawah matahri februari 1651, bediri menantunya: I mallaombassiyang kelak menjadi sultan hasanuddin. Putera KP, Karaeng Karungkung, tampak mencermati buku di tangannya, sejumlah tubarani (satria)dari istana tallo dan benteng sombaopu terlihat juga di sana. Sebagaina di antaranya berbaur dengan wajah-wajah makassar, bugis, malaka, jawa, campa, johor, minang, patani, indua, cina, purtugis, spanyol, denmark, perancis dan inggris.

Di pertengahan abad 17 itu, Makassar adalah bandar paling ramai dan paling kosmopolit di negeri-negeri bawah angin belahan timur. Disekitari sejumlah benteng yang dibangun dan diperluas sejak seratusan tahun silam, di bawah raja gowa IX Karaeng Tumapa’risi’ Kallona, pusat kerajaan gowa-sombaopu – menjadi kota antarbangsa dengan keragaman penduduk tertinggi dalam 600 tahun sejarahnya.

Ketika Malaka jatuh di bawah hantaman meriam portugis pada tahun 1511, sejumlah satria melayu yang manampik kekelahan tersebut, pindah beramai-ramai ke Siang(pangkajene kepulauan). Mereka kemudian hijrah ke sombaopu setelah mendapat jaminan perlindungan tertulius  dari gowa  Karaeng Tunipalangga. Jaminan yang memberi kesempatan kepada segala jenis manusia yang melintas di nusantara hak menegakkan semacam hukum ektrateritorial itu, adalah jaminan pra-eropa pertama di nusantara.

Suak niaga itu menajdi surga pelarian kalin ini oleh portugis, setelah malaka jatuh ke tangan belanda pada tahun 1641 sejak itu, makassar menjadi tempat persinggahan utama portuhis di nusantara. Sekitar 3000 orang portugis menetap di kota, lengkap dengan 4 buah tempat ibadat krosten. Sebelumnya, pada tahun 1613, inggris sudah membangun sebuah pabrik, disusul Denmark lima tahun kemudian. Para pedagang cina dan spanyol dengan tetapn menyimpan kenangan pada tanah leluhur, tampak membangun jaringan bisnis dan berdiam di kota itu masing-masing sejak 1619 dan 1615.




Satu-satunya bangsa yang jarang berkeliaran di sombaopu di sekitar tahun 1651 itu justru belanda, kendati jauh sebelumnya mereka juga diperkenankan membangun pabrik dan kantor dagang itu adalah buah dari perang dingin yang diawali sejak fajar abad 17 dari dua musuh bebuyutan di samudera timur nusantara. Dengan segala cara, kompeniingin menguasai seluruh jalur laut rempah-rempah dan menegakkan monopoli yang diamanatkan parlemen (staten general) republik persatuan nederland. Makassar tegak dengan kalimat keramat mare liberum yang pada 1615 ditegaskan sultan alauddin raja gowa XVI. Pada tuhan menciptakan bumi dan lautan. Tanah dibagi-bagikan do antara manusia dan samudera diperuntukkan bagi semuanya. Tak pernah terdengar bahwa pelayaran di lautan dilarang bagi seseorang, bagi satu kaum.

Sampai tahun 1651 itu, reang terbuka belum meledak di antara dua kekuatan maritim ini. Konflik memang sudah berlangsung cukup lama dan di beberapa temoat darah bertumpahan. Di awal april 1651, sejumllah pembesar gowa diculik kapal enkhuisen . penculikan itu tadinya diawali dengan undangan bersahabat, jamuan makan, minum-minuman, dilanjutkan dengan acara bakutikam dan pertempuran berdarahtak seimbang. Beberapa satria gowa terluka dan tewas. Penawaran yang diatur oleh kapten dirck de vries dan kepala kantor VOC di sombaopu abraham sterck, memantik murka makassar. Pada desember 1616, kapal belanda pertama yang ke australia, de eendracht, tersesat di selat makassar. Dituduh masuk wilayah gowa tanpa ijin, dan juga karena dendam atas newaran licik hampir dua tahun sebelumnya makssar menyita de eendracht dengan segenap isinya: bersama ke 16 nyawaawaknya yang tersisa.

Kedua kejadian di atas, ditambah dengan pemblokiran sombaopu yang tak berarti banyak bagi prhinisi makassar oleh armada belanda di bawah gjsbert van lodestein (1634), bantuan pelaut-pelaut makassar kepada rakyat maluku melawan keganasan VOC dalam pelayaran hongi, beserta sekian keajian panas lainnya, umumnyaa memang bisa diselesaikan dengan perjanjian. Sebuah perjanjian diplomatik utama ditandatangani 26 juni 1637 oleh sultan alauddin dan gubernur jenderal antonio van diemen. Di dalamnya anatara lain disebutkan bahwa tempat-tempat yang menjadi musuh kompeni dan belanda dilarang membangun kantor dagang di makassar.

Sampai 1651, tak sepotong bangunan pun diperkenankan berdiri di sombaopu sebagai kantor VOC, justru ketika seluruh bangsa lain di dunia, dipekenankan berkembang dan dilindungi. Padahal jaringan dagang adidayadunia abad 17 itu jstru sydah mulai menguasi nusantara setelah melibas tanjung harapan, coromandel, srilangka dan malaka, dan terus merambah ke utara sampai taiwan dan jepang. Meski demikian, perdagangan makssar dengan belanda salam beberapa hal masih berjalan. Seperti amsterdam, antweren, venesia atau geoa, kota sombaopu saat itu juga hidup dan bergerak dengan semangat kapitalisme awal yang sedang marak di eropa barat dan masih menyisakan denyut di mediterania. Bahkan sultan pun berniaga. KP juga berdagang besar yang menjalin bisnis dengan maluku,portugis, dan belanda di batavia. Transaksinya bertebaran sampai ke manila. Thailand, golconde(india) dan semua tempat yang bisa dicapai armadanya. Pada juli 1644, Karaeng Pattingalloang menyerahkan kepada kapten kapal belanda ouderwater kayu cendana 660 real dan satu daftar pesanan barang yang diurai rinci oleh denys lombard dalam karya besarnya nusa jawa : silang budaya. Bahkan belanda pun menyebut pesanan KP sebagai rariten, barang langka. Selain peta-peta navigasi dunia yang selama berabad-abad digolongkan sebagai  harta rariten itu adalah bola dunia dengan keliling 4 meter, ditambah atlas bumi dan teropong bintang yang serba terbaik di dunia.

Setelah menanti 7 tahun, datanglah pesanan yang ditunggu-tunggu. Karaeng Pattingalloang jelas sangan mengidamkan barang itu. Ia memerlukan datang sendiri menjemoutnya. Beberapa tahun sebelumnya sejumlah pesanannya sudah ada yang tiba. Tapi kali ini yang datang adalah instrumen yang bahkan para cendekiawan eropa sebagian besar hanya bisa memimpikannya.

Persis di salah satu hari di pertengahan februari itu, sebuah kapal belanda membuang sauh di bandar sombaopu . kabar akan merapatnya kapal dagang itu, seperti biasa, sudah menyebar ke seluruh kota. Banyak penduduk, yang seperti Karaeng Pattingalloang, juga datang meramaikan bandar.tapi berbeda dengan sang pabbicara butta, sebagian penduduk mungkin hanya ingin melihat benda aneh berukuran besar . di antara penduduk itu mungkin ada yang ingat pada sebuah kejadian 9 tahun yang silam, tepatnya 16 mei 1642. Pedagang portugis yang sudah mereka kenal lama, wehara(francisco vieira de figueiredo) membawa binatang aneh berbelai yang besarnya hampir separuh rumah : gajah.

Bisa jadi karena melihat binatang mitologis anak benua india itu kesepian, ditambah minat besar mengetahui hewan-hewan ajaib dari belahan dunia lain, sekaligus untuk melengkapi koleksi satwa yang aaad, di antaranya adalah antelp afrika dan kuda-kuda asia, KP mengirim surat ke gubernur jenderal do batavia. Di surat yang diterima apada 4 juni 1648 itu tercantum permintaan binatang tunggangan para sultan dan nabi dari gurun arabia : sepasng unta kantan dan betina/.

Apapun niat hati mereka yang berkumpul  di bandar sombaopu hari itu, orang-orang dengan berbagia raut muka, warna kulit, bahasa dan busana itu, semuanya terutama sang perdana menteri, saya bayangkan sedang tegang. Mereka menanti didaratkannya bola dunia terbesar yang mungkin dilihat oleh asia tenggara di pertengahan abad 17 itu. Bola dunia dengan garis tengah 1,3 meter itu memang sangat mengesanka. Joan blaeu sendiri yang langsung membuatnya, dan itulah bola dunia terbesar yang dihasilkannya . kartograf mashyur ini, anatara lain pernah membuat instrumen pengamat bintang untuk astronom denmark tyco brahe. Instrumen tersebut misalnya adalah revolving azimuth quadrant. Menurut brahe, alat setinggi 3 meter ini skalanya akurat sampai seperempat menit busur. Antara lain dengan instrumen ini, meski masih banyak memegang pandangan klasik geosentrisme, brahe menegakkan reputasinya sebagai astronom terbesar dunia di masanya.



Joan adalah generasi kedua keluarga pembuat peta dan bola dunia yang palig ternama di amsterdam – dimasa itu peta-peta keluaran amsterdam diakui sebagai yang terbaik sedunia. Ayahnya, willem janszoon blaeu, jauh sebelumnya sudah tenar dengan karya peta belnada (1604), peta dunia (1605-06) dan jet licht der zeevaerdt (sang cahaya navigasi), sebuah atlas bahati yang menyebar ke seluruh dunia dengan sejumlah edisi , bahasa dan judul yang berbeda. Sekitar 1635, hidrografer VOC ini menerbitkan volume pertama atlas jagad yang diberi judul atlas novus. Denagn antara lain memanfaatkan dan menyenpurnakan sejumlah peta karya kartograf legendaris gerard meractor, inilah atlas terbaik di jamannya. Ia mencakup peta-peta paling mutakhir dari seluruh jengkal bumi yang diketahui. Dalam daftar pesanan barang langka karaeng pattingalloang.

Ketika pesanan bola dunia dan yang lain dari karaeng pattingalloang mencapai amsterdam,bagai api di padang rumput kegemparan mejalari kalangan terpelajar di belanda. Dengan aula kotanya yang penuh pualam dan melampaui arsitektur gothik, belanda yang relatif toleran terhadap pendapat-pendapat nonothodoks menjadi daerah suaka para intelektual yang mengungsi dari penyesoran di tempat lain di eropa. Belanda di pertengahan abad 17 adalah rumah bagi filsuf besar yahudi baruch spinoza, yang dikagumi einstein; bagi rene descartes, tonggak penting sejarah filsafat dan matematika; bagi john locke, pemikir politik yang secara filosofi kelak mempengaruhi revolusi amerika lewat paine, hamilton, adams, franklin dan jefferson. Tak pernah sebelumnya dan setelahnya, belanda begitu di megahkan oleh sekumpulan seniman, ilmuan, filsuf dan matematikawan. Zaman itu adalah era pelukis ternama rembrandt, vermeer dan frans halls; antonie van leeuwenhoek, penemu mikroskop; grotious, pembangun hukum internasional. Salah satu anggota komunitas ini adalah dramawan dan penyair terbesar belanda,joost van den vondel, yang oleh daftar pesanan rarinten karaeng pattingalloang, tergeral mempersembahkan sajak untuk penguasa dari timur itu.



 Lahir di colegne,jerman,vondel mempengaruhi sastra eropa antara lain dengan karya gysbrecht van aemstil (1637),dan lucifer (1654) yang konon meninggalkan jejak pada epik terbesar inggeris, paradise lost john milton (1667). Selama kebangkitan belanda melawan spanyol, vondel menampilkan sejumlah sajak yang merayakan kejayaan belanda bersatu. Namun, drama palamedes (1625) yang mengangkat tema kemartiran religio-politik, membangkitkan kejengkelan kaum calvinis. Ia lalu bergabung dengan kaum pembangkang menentang calvinisme dogmatik dan kelak pada 1641 berpindah iman ke khatolik roma.

Eulogiumnya kepada karaeng pattingalloang mungkin berasal dari pengalaman gelapnya dengan eropa.inilah benua di mana para raja dan bangsawan mengabaikan ilmu karena tak punya konstribusi langsung pada ekspansi wilayah, para pendeta dan uskup menetang ilmu karena menganggap kebenaran mutlak sudah ditemukan. Sementara itu, para ilmuan mengembara atau dikucilkan, dan hanya bisa berkarya dengan di bawah segelintir penguasa yang berpikiran terbuka. Pemikir bebas yang sial, seperti michael servetus dan giordano bruno, hanya mengakhiri hidup dan petualangan intelektualnya di atas kobaran api unggun. Vondel mungkin melihat kombinasi menakjubkan dalam diri karaeng pattingalloang: seorang penguasa agung di sebuah kesultanan besar yang sekaligus seorang pemburu ilmu yang sangat bersemangat . larik-larik dan persahabatan intelektual yang melampaui agama dan benua berikut tercantum di volledige dichtwerken.

Dien aardikloot zend’t oostindische huls den grooten pantagoule t’huls wlens aldoorsnuffelende breln, een gansche wereld valt te klein, men wensche dot zijin scepter wass, bereyke d’eene en d’andere as,en eer het slytem van de tyd dit koper dan ons vrlendschap slyt.

“ bola dunia itu “. Perusahaan india timur mengirimkannua ke istana pattingalloang agung yang otaknya menyelidiki ke mana-mana menganggap dunia seutuhnya terlalu kecil. Kami berharap tonhgkat kekuasaaan memanjang dan mancapai kutub yang satu dan yang lain  agar kekuasaan waktu hanya melapukkan tembaga itu, bahkan persahabatan kita.”

Dengan agak susah payah, bola dunia itu mendarat dan diarak menuju istana. Sepanjang jalan, anak-anak denganpakaian longgar bersorak dfi bawah matahri celebes yang benderang, yang sedikit dijinakkan oleh stratocumulus sisa-sisa musim barat. Bola dunia besar itu akhirnya masuk ke ruang belajar Karaeng Pattingalloang yang luas dihiasa loncemg raksasa.

Seperti sebagian besar buku di ruang itu,  ;onceng itu dipesan langsung dari eropa. Mungkin karaemg Pattingalloang ingin melihat bagaimana bunyi genta dari menara yang berbeda bisa mengkoyakeropa dalam perang agama yang berdarah. Perang serupa pernah juga ia alami yang pasti ia tertarik pada akustikdan hukum0hukum penjalaran gelombang suara. Di kamar itu juga ditemukan sejumlah prisma segitiga  yang memungkinkan dekomposisi cahaya, ayng jelas membiaskan minat Karaemg Pattingalloang  paad sifat-sifat geometris cahaya dan citra-citra visula . sejauh manakah orang yang siang malam meneteng buku fisika dan matematika ini bergulat dengan ide penjalaran gelombang cahaya ? di sekitar tahun itu juga, dibelahan bumi yang ,lain fransisco italia, oleh sejarah sains eropa dicatat menemukan hukum difraksi otis dan, menegaskan ide spekulatif gelombvang cahaya.

Di ruang pelajar yang luas itu, sang perdana menteri menerima sejumlah tamu asing, cercakap dan berdebat dalam bahasa sang tamu. Pastor alexander de rhodes yang mencipta transkripsi huruf latin untuk bahasa vietnam, adalah salah satu di antaranya.besama misionaris katolik jesuit itu, Karaeng pattingalloang mendiskusikan banyak hal,dari gerhana bulan hingga ke karya bruder spanyol ordo dominikan, luis de granada. Sebagai misionaris saleh, bapa pastor belanda tentu saja mencoba segala daya mengkristenkan Karaeng Pattongalloang. Pertemuan itu memang berlanjut bebrapa kali dan berakhir dengan persahabatan dan kepergian bapa misionaris membawa catatan penuh pujian yang akan dikabarkannya ke dunia.

Dari pastor de rhoders-lah antara lain diketahui betapa besar minat karaeng pattingalloang  pada agama, sejarah dan peradaban eropa, betapa kaya perpustakaannya yang dipenuhi buku dan radas ilmiah. Minat yang nyaris tak terbatas pada semua ilmu yang diketahui saat itu, khususnya agama dan ilmu alam, menunjukkan sesuatu yang melampaui rasa ingin tahu terorist. Dua yang terakhir itu adalah pengetahuan paling ambisius yang ditemukan manusia : keduanya mengklaim semesta raya seisinya sebagai subjeknya dan percaya bahwa ada penjelasan terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam ruang dan waktu semesta.

Yang anih adalah bahwa dalam catatan itu tak disebut adnya buku-buku sastra di ruang Karaeng Pattingalloang, mungkinkah karena ia kurang mencintai seni ? ataukah karena para pengabar kecendekiawan Karaeng Pattingalloang, umunya pedagang dan misionaris, dua jenis manusia yang dalam bentuknya yang karikatural suka memandang curiga pada imajinasi dan seni ? kita ingat meneer droogstoppel, karakter ciptaan multatuli dalam max havelaar : pedagang sukses ini mencobah mencemoh tetater buta sebagai dusta. Kita ingatv rahib buta jorge dalam the name of the rose : penunggu perpustakaan bicara itu  mengkutuk lelucon dan imajinasi atas nama iman yang tak berbantah.

Yang pasti, seluruh buku luis de granada, dalam bahasa spanyol, ada di perpustakaan itu. Saya bayangkan karya penyair jazorah lberia dan sastrawan eropa lainnya, para pemimpi yang memberi isi pada kata renaissance, juga ada di sana. Mungkinkah di anataranya terselip dante, luis vaz de camoes, rabelais, shakespeare atau miguel de cervantes ? jika ia membaca don quijote dan sancho panza, apa gerangan reaksinya .sukakah ia pada karya yang dianggap sebagi novel moderen pertama dalam sejarah sastra dunia ini ? apa jawabannya atas distingsi cervantes antara kebenaran puitis dan kebenaran historis : atas pembedaan don quijote antara kehidupan sastria dan kehidupan cendekiawan ?

Saya bayangkan, sejak detik pertama masuknya bola dunia di perpustakaan itu hingga separuh tenggelamnya matahari di selat makssar, karaeng Pattingalloang terus mendekam di ruang itu,ia mengasyikkan diri memutar-mutar bola tembaga tersebut, membandingkannya dengan atls blaeu dan dengan pengalamannya sendiri, mencocokkan peta dengan teritori. Awalnya ia mencermati letak sombaopu di antara dua kutub, lalu menandai segenap wilayah kesultanan gowa dengan hegemoni yang paling berpengaruh antara jawa dan luzon. Kemudian ia mencari letak kota-kota yang pernah didengarnya , kota-kota yang ppuluhan tahun sudah hisup di benaknya. Sambil menelusuri kota-kota tersebut bergerak dari samudera ke samudera, dari benua ke benua, ia teringat bagaimana dulu sejumlah belanda datang mengahdap. Mereka tak habis mengerti kenyataan ini : di jepang, di bawah dinasti lesyu tokugawa, merekalah satu-satunya bangsa eropa yang boleh ada di negeri matahri terbit yang justru sedang menutup diri ke dunia : di gowa merekalah satu-satunya bangsa eropa yang tak boleh punya kantor di seluruh wilayah kesultanan yang justru  membuka diri ke dunia. Dengan sopan utusan gubernur jenderal itu memohonijin membangun kantor dagang . untuk menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa istimewa eropa, belanda – belanda itu memberikan betapa lemahnya spanyol yang mereka kalahkan dalam perang 80 tahun, dan betapa kejinya inggris yang memenggal rajanya.
Karaeng Pattingalloang lalu mencermati london dan membayangkan parlemen disokong oliver cromwell, akhirnya memancing charles I. Ia terkenang pada raja gowa XIII Kaareng Tunipasulu’. Naik tahta pada usia 15, dengan semaunya ia memecat pembesar-pembesar gowa, merusak kemerdekaan federasi bate salapanga dan mebunuh orang-orang yang tak disenanginya. Gelaran lain baginda adalah I pakere’tau (sang pemotong manusia ). Baginda memerintah dengan memalukan, seakan lupa bahwa seorang leluhurnya, raja gowa VII tujallo ri passukki, tewas ditikam dalam amukan seorang hambanya. Sang hamba mengeksekusi rajanya setelah baginda sial itu tuntas menitahkan hinaan memalukan yang tak tertangguhan. Menganggap cukup sepak terjang sewenang-wenang raja, rakyat dan dewan adat bergerak. Mereka memecat dan memakzulkan si pemotong manusia yang Cuma bisa bertahta 3 tahun, dan membuangnya keluar kerajaan.

Usai mengunjungi kota-kota – besar dunia, menebak pengetahuan penduduk benua-benua yang ditemukan, dan memastikan letak westphalia tempat diakhirkannya perang 80 tahun yang melibatkan hampir seluruh eropa, untuk kesekian kali ia disergap oleh sekaligus ekstansi dan agoni pengetahuan. Titik-titik bola dunia ia mengantarnya pada sebuah revelasi yang belum pernah ia alami. Kepingan-kepingan pengetahuan yang ditimbuhannya bbertahun-bertaahun, informasi-informasi yang dulu tampak tak saling berhubungan dan menolak disatukan, kini semuanya berubah. Segala macam informasi itu, bahkan yang sudah terlupakan dan tenggelam ke bawah sadar, bangkit berputar-putar bagai angin beliung yang kemudian mengorganisasikan diri menjadi sebiah dunia, sebuah semesta baru pengetahuan.
Di matanya. Permukaan bola dunia itu tak lah=gi beku. Sejumlah titik api muncul disana, membara dan mengecil. Batas-batas berubah, meluas dan menyusut. Dengan permukaan yang terus berdenyut dan bergerak cepat, seakan saling menjalin saling memangsa, bola dunia itu menajdi hidup merepresentasikan apa yang kelak dikenla sejarah.
Kaareng Pattinglloang merasakantubuhnya membesar. Kepalanya melembung menyedot seluruh bola dunia itu massuk ke dalamnya, bersatu dengan dirinya, memberinya rasa nikmat yang tak terlukiskan. Ekstase pengethauan ini berlangsung beberapa detik, untuk kemudian diganti dengan perasaan longsor yang menakutkan. Dalam sekilas, Kaaremg pattingalloang dan bola dunia itu kembali terpisah. Kini ia yang merasas dirinya  mengecil, sangat kecil, dan tersedot masuk sebagai sebuah bintik sepele di permukaan bola dunia tersebut, ia debu tanpa arti dari jagat terus berputar dan berubah.
Ia paham betapan minimnya negerinya, betapa tak berartinya celebes. Ia tahu nenek moyang ,makassar telah menjelajah jauh sampai ke campa, pantai marege dan, madagaskar. Tapi itu belum berarti banyak dibandingkan penjelajahn portugis , soanyol , belanda atau inggris.merekalah yang membuktikkan dunia ini bilat. Merekalah yang menyususn cermat peta-peta dunia dan membikin bola dunia raksasa. Saya bayangkan karaeng pattingalloang makin melihat secara berbeda negeri-negeri lain. Di benaknya terbentang anatara lain sebuah gamabaran mental yang sebelumnya telah dilihat vondel. Vondel yang nasionalisme melihat amsredam sebagai sumbu dunia : gudang-gudang bear sepanjang dermaga kota yang ditumpuki rempah-rempah dan kain cita dari timur, berbagai kargo ikan dan paus dari laut utara dan baltik, gula dari hindia barat serta tembakau dari virginia dan maryland.
Karaeng Pattingalloang tahu bahwa seluruh kotabesar di dunia semuanya adalah seumbu dunia, kecuali sombaopu . pemahaman ini memberinya rasa perih yang bertahan lebih lama dari rasa nikmat yang tadi. Penyesalan mulai tumbuh pada usianya yang berangkat senja. Ia mungkin ingin juga berlayar mengelilingi bumi, menyedot langsung pengetahuan dunia dari sumbernya. Ia tahu dari pedagang eropa bahwa colombus menemu amerika pada 1492, bahwa 1519, diusul francis drake pada 1577. Yang pasti, ia ingin agara sombaopu juga jadi sumbu jagat dan tak tenggelam oleh gelombang besar yang datang bersusulan dari luar, yang demi rempah-rempah bersedia saling menghancurkan dan mengorbanka apapun.
Rasa perih, sesal dan cemas yangg bercampur-aduk itu tak banyak surut oleh ingatan pada naskah keahlian membuat meriam yang dirtulis dalam bahasa spanyol konon oleh adreas monyona. Naskah itu dudah diringkas dalam bahasa makassar sejak 1635dan kini, atas perintahnya, sedang dalam perempuan penerjemah lengkap . di massa dialah memang, tercatat memuncaknya kegiatan penerjemahan serangkaian risalah teknologi eropake bahasa nusantara.tak ada negeri lain di wilayah yang kini bernama indonesia yang melakukan penerjemahan sistemstis itu. Naskah-naskah pembuatan meriam, pabrikasi bubuk mesiu dan senjata diterjemahkan dari bahsa spanyol, portugis dan turki.
Tapi ia tahu, untuk tumbuh dan berkembang menjangkau dunia dibutuhkan sesuatu yang lebih dari sekedar meriam dan benteng. Itulah kengototan untuk menjelajah, kerakusan pada pengetahuan-pengetahuann baru, ketakpuasan pada apa yang sudah dicapai, yang semuanya harus ditumbuhkan dan disebarluaskan. Ia memang terus memerintahkan bugis-makassar membangun keterampilan menggadakan dan membuat peta-peta serta jalur-jalur penjelajahan maritim, sebuah keterampilan yang juga unikdi nusantara. Tapi keterampilan kertografis serta teknologi militer dan transportasi laut yang sangat unggul itu, tak cukup menggerakkan sulawesi menjelajah samapi ke kutub ; melumpuhkan belanda sampia ke amsterdam dan membentangkan  sendiri imperium yang melintasi benua untuk menjinakkan ekspansi imperium lain.
Kungkin karena segala hal yang mereka perlukan untuk hidup nyaman menurut sangkaan mereka ada semua di negeri ini. Maluku yang jadi obsesi ribuan tahun eropa ada di samping, sementara mereka tidak merasas perlu berlayar menyelamtkan sukma belahan dunia lain. Seperti semua tempat di seluruh kawasan yang dekat equator, makassar saat itu adalah fiirdaus “ tanah-tanah yang demikian indah yang membuat upaya membayangkan sebuah surga yang lain menjadi suatu kemustahilan kognitif. Penduduk asli tanah-tanah itu hidup dengan lazurardi yang belum dilintasi sejarah dan samudera yang belum tersesat sorga. Para pendatanglah yang memperkenalkan mereka dengan konsep dan detail asing itu.
Berabad-abad masyarakat dengan masa silam pendek ini, hidup dalam kekinian yang kekal, mencintai tubuh, sawah dan lautnya yang membentangkan, dan hanya mempunyai pemahaman  tegas tentang kehormatan (siri) dan konsep samar dunia orang mati . teknologi militer memang bisa dipelajari cepat, tapi butuh waktu
sekitar tahun karaeng pattingalloang mengarahkabn teleskopnya ke lazuardi lama dan sejarah yang keras untuk belajar merwat rasa hormat pada masa lampu seraya membangun ambisi dengan rencana-rencana agung ke masa depan.
Saya bayangkan karaeng Pattingalloang merenungkan orang-orang yang berseia menghambur memburu totalitas dan tak gentar membawa segala hal ke ujung yang ekstrim, yanh tak ragu menyeret seluruh dunia dalam kancah perang ide-ide, yang menumbuhkan dalam dirinya untuk hasrat dan kesadaran imperial untuk dibentangkan tidak Cuma dalam ruang tapi juga dalam waktu. Mungkinkah ia teringat sebuah legenda jerman yang diceritakan orang inggris tentang seorang doktor yang bersedia menukar jiwanya kepada iblis demi mendapatkan kekuasaan pengetahuan yang memungkinkannya menghasilkan karya-karya yang memuaskan sukma selama 1000 tahun ?
Hanza adzan magrib yang menaik karaeng pattingalloang kembali ke makassar. Usai menunaikan isya ia membawa pelita ke menara maccini somabala (observasi layar). Bulan di atas simbaopu adalah benda langit yang selalu diminatinya. Sejak kanak-kanak ia memang sering mengamatinya  dengan mata telanajng kebutuhan menghitung hati-hari penting islam danmencatat peristiwa penting kerajaan dalam kronik lontara yang tak ada tandingannya di nusantara, membuatnya kian akrab dengan benda itu. Tapi mata telanjang bukanlah tandingan teleskop .
 Setahun setelah kedatangan bola dunia, tibalah di makassar sebuah radas ilmiah yang mengubah sejarah astronomi dunia : teleskop prospektif galileo. Itu adalah hasil dari upaya karaeng pattingalloang pada tahun 1635 menyakinkan raja sebelumnya, untuk membuat kesultanan gowa memiliki teleskop terbaik yang yang bisa dibeli dengan uang. Gowa perlu mendekatkan jarak langit.

Saya bayangkan di lensa pengintip itu, mata karaeng pattingalloang menjelajahi bulan yang awlanya dilakukannya denagn setengah bedebar. Ia mencari lagi di permukaan itu jejak-jejak tumanurunga ri tamalate, bidadari yang konon diturunkan dari khayangan dan menajdi cikal-bakal kerajaan gowa. Seperti diduganya, jejak ittu tak ia temukan. Ia lalu memusatkan diri pada penampakan fisik bulan ayng menyedot perhatiannya cukup lam. Tergerakkah ia menggambar secara tepat permukaan bulan ? di jerman, johannes hevalius oleh sejarah sains eropa dicatat mulai membuat peta-peta akurat permukaan bulan di.
Hampir pasti Kaareng Pattingalloang tergerak menyusun peta lunar. Itu membuatnya mengamati bulan lebih intens. Tiba-toba ia teringat kembali pada sebuah bulan lain sekian tahun yang silam, sebuah purnama yang bersinar di atas bone. Di oktober 1643 itu, kaareng pattingalloang  sedang memimpin balantera makassar sebanyak 40.000 perajurit.
220an tahun sebelumnya abraham lincoln mencatolkan isu abolisi perbudakan dalam perang saudara amerika serikat, raja bone XIII La Ma’ daremmeng sultan muhammad saleh sudah mengorbankan perang pembebasan budak yang barangkali kasus pertama di asia timut dan tenggara. Dulu, ayahanda karaeng  pattingalloang, karaeng matoya sultan abdullah awalul islam tumananga ri agamanna, mendatangi bone beserta seluruh kerajaan si sulawesi selatan dan mengajaknya masuk islam. Alasannya adalah bahwa agama dan sistem nilai lama tak akan cukup mamadai menopang kerajaan-kerajaan tersebut mengahdapi perubahan-perubahan besar yang datang menderu ari luar. Begitu la ma’ daremmang naik tahta, ia bergerak lebih jauh dari matoya dan mengunginkan ajaran nabi dilaksanakan setuntasnya. Meski sangay vital bagi perbudakan hatus dihapuskan. Negeri-negeri jazirh selatan sulawesi yang masih mempertahankan perbudakan harus diperangi, termasuk gowa.
Awalnya gowa ragu menghadapi sepak terjang bone yang sangat keras, kendati sejumlah bangsawan pelarian bugis telah mendesak sombaopu mengambil tindakan. Di antara para pelarian itu, adalah we tenrisoloreng datu pattiro, ibunda la ma daremmeng, yang terpaksa hijrah sebagai bentuk pemetangan atas aturean tanpa kompromi anandanya. KP kemudian mengirimkan utusan untuk memperoleh pekastian apakah aturan keras penghapusan budak itu memang mengikuti seruan nabi, ataukah sejedar keputusan la ma daremmeng pribadi. Kegagalan bonme menajwab hal ini, membuat karaeng pattingalloang  berangkat mempin pasukan besar yang terbentuk dari gabungan balatentara gowa, wajo, soppeng, dan sidenreng. Dan setelah sekian ratus malam yang penuh cahaya, setelah sejumlah pertempuran ganas yang melelahkan pasukan besar itu akhirnya menaklukkan bone dan menawan la ma daremmeng , sebuah kekalahan besar yang dalam kronik bone dicatat sebagai awal dari diperhambanya bone selama 17 tahun. Kelak kesultanan bugis terbesar itu, dipimpin oleh arung pallaka sang raja berambut panjang, memanfaatkan kliminasi perseteruan ghowa dengan belanda untuk membebaskan diri dari kekuasaan sombaopu .
Puas mengamti purnama, karaeng pattingalloang mengarahkan teleskopnya ke bintik-bintik cahaya yang lain. Lensa itu membuatnya kian sadar bahwa langit mlam bukanlah sekedar kegelapan raksasa yang diperindah kelap-kelip cahaya. Langit malam adalah kehidupan yang disusun dari perubahan dan keteraturan. Semua benda langit bergerak menggeser letaknya, mengubah susunan dan konsteleasinya, dalam keteraturan yang kekal, yang menjadi sahabat sejati lunas phinisi melintasi abad demi abad.
Beberapa cahaya di langit sudah dikenal baim para peniti gelombang. Cahaya yyang masuk ke dalam teleskop karaeng pattingalloang, meg]nghadirkan sejumlah kawan baru yang dulu tak bisab dilihatnya tegas dengan mata telanjang. Terlihatkah lo, eropah, ganymede dan callisto- bulan-bulan yupiter yanf ditemukan galileo galilei 40 tahun sebelumnya ?
 Terlihat jugakah olehnya konstelasi cassiopeia yang ditemukan brahe pada 1572? Bagaimana dengan nebula orion atau neptunus ? sukakah ia pada konstelasi zodiak yang peta langitnya disusun kodochus hondius pada 1651 ?.
Sebagian besar benda langit saat itu belum beroleh nama seperti yang dinomenklaturkan kini. Akan dinamai apakah benda-benda yang baru dikenalnya itu ? memberi nama bukanlah sekedar sebuah tindak taksonomis untuk membedakanb sebuah bena dengan yang lainnya sekaligus memberinya tempat dalam tatanan benda-benda . nama yangdisematkan adalah ekstensi dari diri si pemberi nama, sejarah dan kebudayaannya, aspirasi-aspirasinya yang paling dalam, harapan-harapannya yang paling membubung tindakan esensial pembangunan dunia simbolik yang mengukuhkan posisi pemberi nama di tengah semesta.
Pemberian nama selalu bermula dengan pengenalan, dan pengenalan yang mendalam menuntu perhatian panjagn. Tetapi data perubahan yang dikumpulkan lewat waktu dan radas ilmiah yang mahal, bisa sekedar menjadi tumpukan tanpa arti. Kekuatannya akan muncul hanya bila ditata oleh dua hal : sistem logika formal yang diekspresikan dalamm geometri euklides dan jalinan hubungan sebab – akibat yang ditegaskan dalam eksperimen sistematik. Metode penggabungan datainderawi dengan logika dan eksperimen ini dirumuskan oleh bapak epmirisme francis bacon di abad yang sama denagan karaeng pattingalloang, sng makhluk pertama di asia tenggara yang memahami makna matematika dalm ilmu-ilmu terapan. Kelak metode penggabungan kekuatan sains dan teknologi mengubah dunia ke tataran yang sama sekali baru.
Tak ingin karaeng pattingalloang membagi sensai intelektual yang merekah lewat pertemuan dan pengenalan anatara dirinya dengan benda-benda langit itu ? menilik semangatnya menyebarkan pengetahuan militer dan, sebelum jadi perdana menteri membujuk sultan membeli radas ilmiah mahal, bisa disimpulkan : ia ingin. Itu artinya ia harus membangun isntitusi- mungkin menjadikan menara maccini’ sombala semacam observation umu, masih bisa beli selama perdagangan bebas tegak di lautan. Dari sini, perlu sejumlah royal society london ataau organisasi yang ikut jadi kunci supremsi eropa itu, diresmikan oleh charles II dan louis XIV belasan tahun setelah kaareng pattingalloang menghabiskan malamnya dengan teleskop di maccini’ sombala.
Untuk kesekian kalinya, teleskop kaareng pattingalloang kembali ke bulan. Benda langit terbesar di langit itu mengingatkannya lagi pada tumanurunga ri tamalate. Saya bayangkan ia merenungkan percakapan tumanurunga denagn raja-raja kecil bete salapanga. Itu sebuah kontrak sosial politik yang unik dalam sejarah nusantara. Sebuah kontrak yang membentuk gowa tallo dari federasi sembilan negeri. Prihatinkan ia pada apa yang terjadi denagn bate salapangan ? awalnya lembaga ini adalah lembaga perwakilan rakyat tapi perlahan-lahan ia merosot menajdi sekedar perangkat kerajaan. Para anggotanya tak punya wewenang membuat undang-undang dan peraturan mereka tak dapat menjalankan kerajaan dan harus tunduk menjalankan segala perintah raja. Bahkan belakangan mereka pun tak lagi menjadi badan penasehat. Raja memerintah secara mutlak yang sabdanya merupakan undang-undang.
Terikirkanlah oleh karaeng pattingalloang bahwa sebulan setelah kematiannya, sebagai penguasa baru, sultahn hasanuddin- karena sejumlah pertimbangan, terutana mungkin kemudahan mengeksekusi kebijakan-menetapkan bahwa dirinya sendirilaj yang merangkap oerdana menteri ? tindakan itu mengakhiri sebuah aturan quasi-konstitusional pembagian kekuasaaan dalam kerjaaam kembar gowa tallo, pembagian yang dalam sejarah kelak terbukti sebagai sumber dasar kokoh kebesaran kesulutanan maritim itu.
Belasan tahun setelah sentralisai kekuasaan dan kematian karaeng pattingalloang, menara maccini’ sombala akhirnya memang jatuh ke tangan balantentara sekutu belanda, bone, buton dan ternate . bahkan balanda keyika KP masih hidup, konstelasi dan dinamika ekonomi politik nusantara yang antara lain memarakkan penyeludupan dan strategi harga selektif oleh para pedagang lokal yang menampik monopoli voc membuat sombaopu menjadi kota di mana harga rempah rempah menjadi paling murah di dunia , lebih murah dibandingkan di maluku sendiri. Karena larangan berdagang di sombaopu, belanda hatus mendapatkan komoditas vital ini di tempat lain dengan harga yang lebih mahal. Ini membuat segenap upaya besar puluhan tahun belanda menaklukkan tanjung harapan sringlangka, malaka dan batavia untuk menguasai jalur rempah-rempah, menjadi kesia-siaan yang memamlukan. Bangsa –bangsa lain, termasuk musuh-musuh tradisional belanda di eropa, tak oerlu mengorbankan habis armada dan prajurit untuk mendapatkan rempah-rempah dan komoditas penting lain yang lebih murah di sombaopu.
Jika kita percaya bahwa rempah-rempahlah yang menggerakan gelombang besar penemuan benua-benua baru mengeser menjadi imperialisme dan kolonialisme itu, maka dengan ringkas bisa dibilang bahwa persis di depan gelombang besar inilah makassar membentagkan dadanya. Di pertengahan abad ke 17 itu, bukan eropa sang enakluk dunia , juga bukan maluku pulau rempah-rempah, melainkan gowa yang pada akhirnya menentukan harga rempah-rempag di bumi. Upaya akbar berabad-abad dan penuh darah untuk menguasai jalur maritim dunia, menjadi tak ada artinya selama makassar dan benteng istana somaupo masih menegakkan supermasi.
Benteng istana paling raksasa yang pernah dibangun di nusantara itu, hanya dapat direbut adiaya dunia abad 17 denagn sekutunya melalui pertempuran teramat berat yang oleh prajurit-prajurit snior belanda, sebagian di antaranya veteran perang 80 tahun yang dahsyat itu , digambarkan sebagai pertempuran yang bahkan tak pernah terjadi di sejarah eropa sendiri. Bersama ratusan pucuk meriam – yang di antaranya anak makassar, konon meriam terbesar yang pernah dibikin di nusantara, gowa beberapa kali nyaris menumpas sekutu. Antara lain akibat sekian penghianatan dari dalam, makassar akhirnya hanya bisa mempersembahkan pada belanda dan sekutunya sebuah perang yang paling brutal dan paling dahsyat yang pernah dilakukan oleh VOC di dunia sejak didirikan. Pasra panglima makassar yang belum puas dengan persembahan itu dan tak menerima sikap takluk istana, seperti karaeng galesong dan karaeng bonto marannu, menyebar keluar melanjutkan perang di laut dan daratan yang lain.
8 tahun setelah wafatnya karaeng pattingalloang yang dinamakan di bonto biraeng , terbit atlas maior joan blaeu. Dengan 600 halaman rangkap peta dan 3000 halaman naskah, karya ini ini menjadi pencapaian kartografis – artistik yang sampai kini tak terdandingi. Pada bagian peta dunia, terlihat dua sosok besar. Di hemiser barat tampaknya nabi kartografi dunia modern awal. Mercator. di langit timur, di atas asia, tampak karaeng pattingalloang tengah menetapkan jarak celebes dari kutub utara. Dua pemikir yang dengan caranya sendiri menyusun dunia kini bekerja di langit, di antara dewa-dewi mitologis yunani urba, di antara planet-planet tata surya.

Jumat, 05 Juli 2013

turatea, kota kuda


Sumbawa mungkin boleh dikenal sebagai daerah yang identik dengan kuda-kudanya yang khas namun di Jeneponto, salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan juga memiliki khas itu. Jeneponto yang dikenal dengan nama “Bumi Turatea” ini sangat familiar dengan julukan kota “KUDA”.
Jeneponto, sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan yang berada di ujung bawah pulau Sulawesi. Jarak tempuh dari Makassar – ibukota Sulawesi Selatan ke Jeneponto kurang lebih 2 jam perjalanan dengan jarak 95 km. Perjalanan ke kabupaten Jeneponto akan melewati 2 kabupaten, yakni Gowa dan Takalar. Sejak jaman dulu dan hingga saat ini kuda Jeneponto memang terkenal. Jika Anda telah masuk ke pusat kabupaten Jeneponto, yakni di Bontosunggu maka lambang yang Anda akan lihat adalah sebuah patung kuda dan bahkan diangkat sebagai simbol kota tersebut. Sejak pintu masuk hingga batas kabupaten, kita akan mudah menjumpai kuda-kuda yang digembalakan secara liar di beberapa tanah lapang.
Binatang-binatang itu mencari makan sendiri di tanah lapang, bekas lahan persawahan yang berubah menjadi lapangan rumput dikala musim kering. Kuda memang tak sekedar alat transportasi, namun sudah menjadi bagian keseharian masyarakat, gaya hidup, juga simbol status seseorang di masyarakat.
Keunikan Jeneponto dengan kuda disebabkan oleh kebiasaan masyarakat Jeneponto yang gemar memakan daging kuda. Pasar-pasar tradisional di Jeneponto akan sangat susah untuk mendapatkan daging lain selain daging kuda bahkan tidak ada.  Kuda disebutkan sangat istimewa dalam masyarakat Jeneponto. Setiap acara, seperti orang nikah/kawin, orang hendak naik haji, mengkhitankan anak, dan aqiqah termasuk juga saat hajatan orang meninggal selalu menghadirkan daging kuda, di samping jenis daging lainnya, seperti kerbau, ayam ataupun kambing dan sapi, namun daging kuda tetap selalu hadir dalam setiap hajatan.
Hidangan coto dan sop konro daging kuda digolongkan sebagai hidangan yang memiliki latarbelakang seni ketatabogaan yang sangat tinggi, walaupun tergolong sebagai makanan rakyat biasa. Bagi masyarakat Jeneponto terdapat mitos bahwa dengan makan daging kuda, akan memiliki stamina kuat dan diyakini bahwa dagingnya terdapat banyak zat-zat anti tetanus meski hal itu belum terbukti secara medis.
Salah satu masakan khas daging kudanya adalah gantala jarang. Gantala adalah makanan tradisional masyarakat Jeneponto. Makanan khas ini terbuat dari potongan daging ataupun tulang kuda. Daging dan tulang kuda direbus dalam wadah panci khusus, biasanya dari potongan drum, dalam waktu yang lama. Daging kuda tersebut hanya direbus dengan hanya menggunakan garam kasar, kemudian diberi bumbu dari akar-akar kayu. Meski tidak dimasak dengan bumbu yang komplit, makanan ini memiliki rasa dan aroma khas. dagingnya dapat disimpan untuk beberapa hari bila belum hendak dikonsumsi.
Di kalangan masyarakat Jeneponto, Gantala Jarang merupakan salah satu makanan yang harus ada dalam berbagai hajatan, misalnya pesta perkawinan. Bagi Anda yang tidak terbiasa dengan makanan ini pasti tidak akan berselera untuk mencicipinya, tapi masyarakat Jeneponto tidak demikian, dalam pesta-pesta pernikahan tidak akan sah atau ada sesuatu yang kurang jika tamu tidak disuguhi dengan hidangan Gantala Jarang. Generasi tua di Jeneponto selalu mencari gantala ini disetiap hajatan, sebab kuahnya yang tidak terlalu kental dan daging yang direbus dengan matang membuat daging mudah dinikmati.
Masakan berbahan daging kuda lainnya yaitu kawatu. Masakan ini berupa potongan-potongan daging kuda yang diolah seperti kita sering nikmati berupa semur. Kuahnya yang coklat kehitaman dan sudah meresap ke daging menjadikan daging empuk dan terasa manis.
Populasi Kuda di Jeneponto diperkirakan 25.227 ekor dan dikenal sebagai penghasil daging kuda terbesar di Propinsi Sulawesi Selatan. Produksi daging kuda mencapai 46,4 ton. Binatang spesial di Jeneponto itu kini mencapai harga dengan kisaran 2,5-5 juta per ekor tergantung postur tubuh dan kondisi fisik lainnya. Selain dari Jeneponto sendiri, kuda-kuda yang dipelihara warga saat ini sering didatangkan dari Flores, dan daerah lainnya di Sulawesi, seperti dari Pinrang, Gorontalo, dan Sulawesi Utara

pulau Libukang, kab.jeneponto

Menyeberang ke Pulau Libukang Kab. Jeneponto SULSEL


Pulau Libukang (Geogle earth)
Sebagai bagian dari aplikasi materi Diklat Fungsional Penjenjangan Perencana (DFPP) Muda Angkatan XI Pusdiklatren – Bappenas dan Pusat Penelitian Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Unhas Makassar 2012, maka kami melakukan Orientasi Lapangan (OL) di Pulau Libukang. Kegiatan ini untuk melihat sejauh mana pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan di Pulau Libukang. Perjalanan di mulai dari Kota Makassar ke Kabupaten Jeneponto sekitar dua jam perjalanan. kemudian dilanjutkan dengan menyeberang ke Pulau Libukang menggunakan perahu yang berjarak  ± 500 meter dalam waktu 15 menit. Nama Pulau Libukang juga sama dengan nama sebuah pulau di Palopo yang juga berada di Sulawesi Selatan bagian utara.

Pulau Libukang atau masyarakat setempat menyebutnya dengan Pulau Harapan. Berada dalam Teluk Mallasoro, yang terletak di Dusun Palameang, Kelurahan Bontorannu, kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto dengan koordinat 2° 57’51”S, 120°12’2”E. Luas wilayah Pulau Libukang ± 5 km² dengan keliling ± 1,8 kilometer atau dapat ditempuh berjalan kaki mengelilingi pulau selama sejam. Pulau ini berpenduduk 116 jiwa yang terdiri dari 68 Kepala Keluarga yang menempati 58 rumah. Terdapat dua atau tiga KK dalam satu rumah yang mana bagi KK baru yang belum mampu membangun rumah biasanya menempati bagian bawah rumah induk yang berbentuk rumah panggung tradisonal masyarakat Bugis Makassar. Seluruh penduduk di pulau ini memeluk agama Islam.

Rumah tempat kami bermalam

Rumah dengan dua Kepala keluarga atau lebih

Penduduk Pulau Libukang dengan karakter masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada hasil laut sehingga bermata pencaharian sebagai nelayan dan budidaya rumput laut. Alat tangkap yang dipergunakan terdiri atas keramba apung, keramba tancap, bagan tancap, serta jaring penangkap pasif Set Net. Di areal laut sekitar pulau terdapat banyak pelampung yang mengapung dengan bentangan-bentanagan tali, ini dipergunakan sebagai pengembangan rumput laut. Bagi masyarakat rumput laut menjadi mata pencaharian utama, dimana harga jual rumput laut yang kering lebih mahal di bandingkan rumput laut basah.

Sarapan pagi kami

Makan siang kami

Pulau memiliki sarana sanitasi yang terbatas seperti 2 fasilitas WC umum, 3 sumur yang airnya terasa payau yang hanya digunakan untuk keperluan mandi dan mencuci., sedangkan sumber air tawar diperoleh dengan menyeberang ke Kassi (salah satu sumber yang ada di Jeneponto) untuk mengambil air minum selain itu juga masyarakat memperoleh air tawar dengan menampung air hujan. Sedangkan WC yang ada lebih banyak digunakan para tamu dari luar pulau, masyarakat lebih memilih buang air besar secara tradisional di pinggir pantai. Pulau Libukang Juga terdapat sebuah mesjid sebagai sarana peribadatan dan sebuah fasilitas SD bagi anak-anak usia sekolah di Pulau Libukang, namun seluruh pangajar berasal dari luar pulau, sehingga jika terjadi gelombang besar seluruh guru tidak datang untuk mengajar, bagi yang ingin melanjutkan ke jenjang SLTP harus menyebrang ke daerah Biring Kassi dengan mengandalkan perahu nelayan. Sedangkan untuk sarana kesehatan di pulau ini belum tersedia, hanya sesekali petugas kesehatan dari puskesmas kecamatan memberikan pelayanan kesehatan. Infrastruktur lainnya yang terbangun di pulau ini adalah jalan setapak yang di semen dalam kondisi baik dan beberapa tangggul pemecah ombak yang terlihat rusak berat akibat abrasi pantai.




Pulau ini tidak memiliki mangrove di sekeliling pantai sehingga pantai cendrung mengalami abrasi. Pola permukiman penduduk terletak di sisi barat pulau sedangkan di sebelah timur lebih banyak dijadikan kebun yang dimanfaatkan oleh masyarakat dengan menanam singkong, sayuran, daun kemangi, pisang dan mangga. Sumber penghidupan masyarakat selain dari penangkapan ikan dan rumput laut juga bersumber dari ternak kambing dan itik. Kambing di Pulau ini terbilang unik karena dapat hidup hanya sekedar memakan sampah-sampah laut karena rumput jarang terdapat di pulau ini. Uniknya ciri khas keberadaan gentong air yang diletakkan di bawah tangga untuk membersihkan kaki dari pasir.

Dalam mendukung aktivitas melaut masing-masing rumah memiliki sebuah sampan selain juga digunakan sebagai sarana perhubungan menuju daratan Jeneponto. Pulau tidak memiliki pasar sehingga untuk berbelanja masyarakat harus menyeberang ke Biring Kassi selanjutnya ke Allu, ibu kota Kecamatan Bangkala. Di pulau ini mengandalkan penerangan  dari genset, yang mana setiap bulannya setiap KK membayar sejumlah uang untuk biaya listrik. Sebelumnya masyarakat menggunakan solar cell tenaga surya namun banyak yang mengalami kerusakan sehingga beralih ke penggunaan genset. Karena dekat dengan Jeneponto daratan, aksesibilitas ke pulau ini lancar, namun kendala lebih pada tibanya musim barat. Dalam bidang komunikasi pulau ini memiliki jaringan sinyal telekomunikasi sehingga memudahkan informasi dan komunikasi dapat terhubung dengan baik. Masyarakat Pulau Libukang juga telah menggunakan media komunikasi telepon seluler.




Sebagaimana masyarakat pesisir pulau yang mengusahakan rumput laut. Maka lahan laut yang luas mulai di kapling-kapling dengan memberi penanda berupa pelampung, hal ini berbeda dengan lahan daratan pulau yang hampir tidak memiliki batas-batas yang jelas. Pengelolaan lahan di laut cenderung bertambah dengan adanya masyarakat yang terus menambah luas kapling pengelolaan rumput laut. Sehingga diperlukan pengelolaan terhadap keberadaan lahan rumput laut. Rumput laut menjadi komoditi utama pulau yang mana KK pengelola dapat mengusahakan 300 – 1000 bentangan tali rumput laut. Bagi KK yang kurang memiliki tenaga untuk mengelola rumput laut dapat memanfaatkan jasa orang lain dengan sistem gaji. Dalam aspek sosial budaya, kapling lahan rumput laut juga dapat di jual beli dengan kisaran harga antara 1 – 3 juta, selain itu telah menjadi salah satu bentuk mahar (mas kawin) dalam proses lamaran perkawinan.




Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat maka nelayan di Pulau Libukang, mulai menerapkan metode penangkapan ikan dengan jaring perangkap pasif atau (Set Net, teichi ami). Pulau Libukang dipilih menjadi lokasi Set Net karena sesuai dengan kebutuhan jaring perangkap. Teknologi dari Jepang ini merupakan alat tangkap yang sangat produktif memperoleh hasil tangkapan di wilayah pesisir, selain efisien dan ramah lingkungan, juga menghindari eksploitasi penangkapan ikan secara berlebihan. Jaring perangkap dipasang di daerah yang dilalui gerombolan ikan. Lokasi jaring perangkap ditempatkan sekitar 1,5 mil dari pantai dengan kedalaman 15-20 meter. 



Fungsi jaring perangkap adalah menahan laju ikan dan mengarahkannya masuk ke dalam kantong jaring. Teknik ini membantu nelayan menghemat bahan bakar solar, menghemat waktu dengan jarak yang dekat dan dapat mengendalikan jumlah ikan di laut lepas. Di samping itu ikan yang diperoleh memiliki tingkat kesegaran yang baik sehingga dapat meningkatkan nilai jual. Prinsip dan proses penangkapannya adalah dengan memanfaatkan tingkah laku ikan yang bermigrasi ke wilayah perairan pantai tanpa menggunakan alat bantu penangkapan ataupun umpan sebagai alat pemikat gerombolan ikan. Pemanfaatan tingkah laku ikan dalam merespon alat tangkap tidak hanya pada kelompok ikan-ikan pelagis, melainkan juga pada ikan-ikan pertengahan maupun ikan-ikan demersal.


Setelah berada semalam sehari di Pulau Libukang, kamipun kembali pulang menuju Makassar, sebuah pengalaman menyeberang ke sebuah pulau kecil yang terapung di Laut Flores. (*)